Jakarta – Tekniksipil.id, Program 3 juta rumah yang digagas Presiden Prabowo Subianto rencananya akan menawarkan skema cicilan hingga 30 tahun dengan bunga floating atau dapat meningkat seiring waktu.
Skema ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat, terutama generasi muda, dalam memenuhi biaya cicilan rumah.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, yang biasa disapa Tiko, mengungkapkan bahwa tujuan utama dari skema cicilan panjang ini adalah untuk memberi kesempatan kepada anak muda yang baru memulai kariernya.
Dengan skema ini, cicilan rumah di awal akan lebih rendah dan akan meningkat secara bertahap seiring dengan peningkatan pendapatan.
“Kami merancang skema ini agar lebih ramah untuk teman-teman muda, dengan cicilan awal yang lebih rendah, dan akan menyesuaikan dengan kemampuan mereka seiring waktu,” ujar Tiko di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Namun, ia juga menambahkan bahwa usulan skema cicilan ini masih dalam tahap finalisasi dan tengah dibahas lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mendapatkan persetujuan.
Skema ini diharapkan bisa memberi kemudahan bagi masyarakat yang ingin membeli rumah namun memiliki keterbatasan finansial di awal.
Menteri BUMN, Erick Thohir, sebelumnya juga menyatakan bahwa perpanjangan masa cicilan rumah ini tidak hanya berlaku untuk rumah subsidi yang dikelola oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), tetapi juga dapat diterapkan pada skema pembiayaan rumah lainnya.
“Skema cicilan yang lebih panjang ini bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga mereka lebih mudah memiliki rumah,” ujarnya.
Selain itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, atau yang akrab disapa Ara, juga menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mendukung program 3 juta rumah ini dengan berbagai pembiayaan.
Ara memastikan bahwa pihaknya akan terus menggenjot pelaksanaan program ini dengan meningkatkan jumlah rumah subsidi yang disediakan, serta mengubah proporsi pembiayaan antara anggaran negara dan perbankan.
“Kami menargetkan jumlah rumah subsidi akan meningkat dari 220.000 unit menjadi 800.000 unit. Kami juga mendorong agar pendanaan KPR, seperti FLPP dan SBUM, dapat lebih banyak berasal dari perbankan, bukan hanya mengandalkan APBN.
Proposisinya akan kami ubah menjadi 50:50, yang sebelumnya 75:25,” jelas Ara.
Pemerintah berharap dengan adanya perubahan skema cicilan ini, lebih banyak masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah, dapat memiliki akses ke rumah yang layak huni tanpa terbebani oleh cicilan yang tinggi di awal.
Dengan jangka waktu yang lebih panjang dan cicilan yang menyesuaikan, diharapkan program 3 juta rumah ini bisa menjangkau lebih banyak kalangan, terutama mereka yang membutuhkan hunian di kota-kota besar.