Tekniksipil.id, Jakarta – Kebijakan tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat terhadap Indonesia mulai memunculkan kekhawatiran di dalam negeri. Sektor properti dan infrastruktur pun ikut terdampak, meskipun tidak secara langsung. Investor cenderung bersikap hati-hati, sementara pemerintah diminta untuk semakin fokus menggunakan bahan bangunan lokal demi menjaga stabilitas pembangunan.
Ketegangan perdagangan internasional kembali mencuat setelah pemerintah AS menerapkan tarif terhadap sejumlah produk impor dari Indonesia. Meskipun tidak secara spesifik menyasar sektor properti atau konstruksi, dampaknya mulai terasa secara tidak langsung.
Investor Properti Cenderung Menahan Diri
Salah satu sinyal awal muncul dari sektor properti. Executive Director sekaligus Head of Strategic Consulting JLL Indonesia, Vivin Harsanto, mengatakan bahwa kebijakan ekonomi global seperti tarif dagang sering kali membuat pelaku usaha dan investor mengambil langkah konservatif.
“Untuk properti komersial, kami melihat ada kecenderungan penundaan keputusan investasi. Proses transaksi jadi lebih lama karena banyak yang ingin melihat situasi lebih jelas dulu,” jelas Vivin.
Menurutnya, dalam kondisi penuh ketidakpastian seperti saat ini, pelaku usaha juga mulai menerapkan strategi efisiensi biaya, termasuk dalam pengelolaan aset real estat.
Dampak Tidak Langsung Tapi Tetap Signifikan
Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI), Bambang Ekajaya, menilai dampak dari kebijakan tarif AS terhadap properti memang tidak langsung terasa. Namun, ia mengingatkan bahwa kondisi ini bisa berpengaruh terhadap daya beli, terutama dari kalangan menengah ke atas yang selama ini menjadi target pasar utama sektor properti.
“Orang cenderung menunda pembelian properti, baik untuk hunian maupun investasi. Apalagi kalau daya beli menurun, pasar bisa ikut melemah,” ungkap Bambang.
Ia berharap pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dapat merespons situasi ini dengan langkah-langkah yang bijak agar efek domino dari kebijakan tarif AS bisa ditekan seminimal mungkin.
Ancaman Banjir Produk Bangunan dari China
Selain soal properti, ada pula kekhawatiran terkait masuknya produk bahan bangunan murah dari China sebagai imbas dari ketatnya pasar ekspor ke Amerika. Bambang menyebut, produk seperti keran air, perlengkapan sanitary, hingga lampu dan ubin, berpotensi membanjiri pasar Indonesia dengan harga lebih kompetitif.
“Untuk rumah mewah mungkin terasa dampaknya karena banyak menggunakan bahan impor. Tapi untuk rumah menengah dan sederhana, sebenarnya hampir seluruh bahan bangunannya lokal. Jadi masih aman,” jelasnya.
Namun, membanjirnya produk luar tetap menjadi tantangan tersendiri bagi industri bahan bangunan dalam negeri, karena dapat memicu persaingan harga yang tidak sehat jika tidak diatur dengan baik.
Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Proyek Infrastruktur
Dari sisi infrastruktur, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), Taufik Widjoyono, mengimbau agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap proyek-proyek besar yang sedang atau akan berjalan. Tujuannya agar pembangunan tetap efisien dan berdaya guna tinggi.
“Pilih proyek yang benar-benar punya dampak ekonomi. Jangan ragu untuk menunda proyek yang tidak strategis atau tidak terintegrasi,” tegasnya.
Taufik juga mendorong para pelaku usaha konstruksi untuk lebih efisien dalam tata kelola, termasuk dalam penggunaan tenaga kerja dan peralatan. Menurutnya, kolaborasi antar kontraktor dan transformasi menjadi spesialis bisa menjadi strategi jangka panjang yang lebih efektif.
Momen Dorong Produk Dalam Negeri
Isu ini juga jadi momentum penting untuk mendorong pemanfaatan material konstruksi lokal. Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Diana Kusumastuti, menekankan pentingnya penggunaan komponen lokal sesuai arahan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Sebetulnya sudah saatnya kita benar-benar manfaatkan produk dalam negeri. Tapi tetap harus kita jaga kualitasnya. Jangan asal pakai lokal, tapi kualitasnya rendah. Karena infrastruktur itu harus tahan lama,” ujar Diana.
Ia menambahkan, proyek-proyek besar seperti jalan tol, jembatan, dan bendungan memerlukan bahan konstruksi dengan standar tinggi, sehingga perlu ada peningkatan kualitas dari industri dalam negeri.
Kesimpulan: Peluang di Tengah Tantangan
Meski kebijakan tarif dari AS menimbulkan kekhawatiran, namun ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat industri dalam negeri, baik di sektor properti maupun infrastruktur. Sikap hati-hati dari investor bisa diimbangi dengan kebijakan fiskal yang mendukung, sementara pemerintah memiliki peran besar untuk mengarahkan pembangunan pada proyek yang paling strategis.
Selain itu, momen ini bisa dimanfaatkan untuk mempercepat transformasi industri bahan bangunan lokal agar lebih berkualitas, mandiri, dan mampu bersaing di pasar global.