Jakarta, Tekniksipil.id – Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan kelonggaran terhadap aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mulai menuai respons dari sejumlah kementerian. Salah satunya datang dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dody Hanggodo, yang menyatakan bahwa kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan bersama kementerian terkait.
Usai menghadiri acara halal bihalal dengan insan media di kantornya, Jakarta, Jumat (12/4/2025), Dody mengatakan belum menerima arahan langsung dari Presiden Prabowo terkait pelonggaran TKDN khususnya di sektor konstruksi. Namun begitu, pihaknya telah mulai menjalin koordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan Ditjen Bina Konstruksi untuk merumuskan arah kebijakan ke depan.
“Soal TKDN ini masih kami diskusikan lebih lanjut. Pengampunya Kemenperin, kita juga bahas bareng Ditjen Bina Konstruksi. Detailnya belum difinalkan,” ujar Dody.
Pendekatan Fleksibel untuk Efisiensi Proyek
Dody menilai, rencana pelonggaran TKDN merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menekan biaya pembangunan serta meningkatkan efisiensi pelaksanaan proyek-proyek strategis.
“Pak Presiden inginnya agar investasi tidak membengkak karena beban komponen dalam negeri. Intinya, bagaimana proyek bisa tetap jalan tanpa biaya melonjak. Tapi bentuk pastinya masih akan kami matangkan dulu,” tambahnya.
Meski belum ada angka pasti atau model penerapan baru yang diumumkan, Dody membuka kemungkinan bahwa batasan prosentase TKDN dalam proyek konstruksi nantinya tidak akan bersifat kaku.
“Bisa jadi nanti tidak harus sekian persen. Bisa fleksibel tergantung kebutuhan proyek,” katanya.
Arahan Prabowo: TKDN Realistis dan Bisa Diganti Insentif
Sebelumnya, dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta (8/4/2025), Presiden Prabowo menyinggung soal penerapan TKDN yang selama ini dinilai terlalu ketat. Ia menyatakan bahwa penerapan kebijakan sebaiknya tidak mempersulit pelaku usaha, dan harus disesuaikan dengan kondisi lapangan.
“Saya setuju TKDN fleksibel saja. Kalau perlu, diganti saja dengan insentif. Jangan kaku. Kita harus realistis,” tegas Prabowo dalam pidatonya.
Pernyataan ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah tengah membuka opsi baru dalam kebijakan pengadaan barang dan jasa, termasuk kemungkinan mengganti kewajiban TKDN dengan bentuk insentif fiskal atau nonfiskal bagi pelaku usaha nasional.
Industri Konstruksi Menanti Kepastian
Sejumlah pelaku usaha di sektor konstruksi pun menyambut baik sinyal pelonggaran ini, namun tetap menanti kejelasan implementasinya. Mereka berharap kebijakan nantinya tetap menjaga keseimbangan antara mendorong penggunaan produk lokal dengan keberlangsungan proyek yang efisien dan tepat waktu.
Salah satu kekhawatiran pelaku industri selama ini adalah bahwa penerapan TKDN secara kaku dapat menyebabkan keterlambatan pasokan, kesulitan dalam pengadaan material tertentu, hingga kenaikan biaya proyek yang signifikan—terutama di daerah yang belum memiliki industri penunjang memadai.
Di sisi lain, pemerintah tetap menekankan pentingnya keberpihakan terhadap produk dalam negeri. TKDN selama ini menjadi salah satu cara mendorong pertumbuhan industri nasional dan menyerap tenaga kerja lokal.
Kesimpulan: Menunggu Aturan Turunan TKDN Baru
Wacana relaksasi TKDN oleh Presiden Prabowo tengah menjadi pembahasan hangat di kalangan pelaku usaha konstruksi. Pemerintah melalui Kementerian PUPR dan Kementerian Perindustrian masih memformulasikan bentuk relaksasi yang dianggap paling ideal—antara efisiensi proyek dan dorongan terhadap industri lokal.
Jika disepakati, perubahan kebijakan TKDN ini dapat menjadi angin segar bagi dunia konstruksi. Namun, implementasinya harus tetap dikawal agar tak justru melemahkan industri dalam negeri yang selama ini bergantung pada kebijakan keberpihakan tersebut.